CITA
DAN CINTA
Ketika
keheningan masih menyelimuti sudut kota, embun pagi pun masih membasahi
dedaunan. Cuaca yang dingin sangat menusuk kalbu. Bagus pun harus bergegas untuk
berangkat ke sekolah. Karena saat itu tahun pertama ia masuk SMA, Bagus harus
datang lebih pagi. Walaupun Bagus telah ditinggalkan dengan kedua orang tuanya
tetapi ia selalu tegar dan berusaha agar menjadi orang yang berguna. Dan
sekarang ia hanya tinggal bersama Pamannya.
Suasana
asing pun dirasakan Bagus saat memasuki sekolah barunya. Dan Bagus bertemu
dengan seorang teman barunya. “ Selamat pagi,,,!”, sapa Bagus kepada salah
seorang teman barunya. “Pagi juga.”, temanya membalas. “Nama kamu siapa?”, lanjut
temannya. “Nama ku Bagus, kalau kamu?”, sahut Bagus. “Kalau aku Nina.”,
jawabnya. Kemudian mereka pun pergi ke kelas bersamaan, karena kebetulan kelas
mereka sama. “Pagi anak – anak! Bapak adalah wali kelas kalian, dan nama bapak
adalah Pak Rahmat.”, Pak Rahmat memperkenalkan dirinya. “Sekarang bapak ingin
kalian memperkenalkan diri kalian!”, lanjut Pak Rahmat. Satu persatu dari
mereka memperkenalkan diri mereka masing – masing, walaupun masih terlihat malu.
Semuanya pun masih terlihat segan untuk saling menyapa.
Seminggu
berlalu, di dalam kelas pun sudah terlihat suasana yang akrab. Dan Bagus pun sudah banyak memiliki teman,
salah satunya Indra, teman sebangkunya. Pagi itu mereka sedang belajar Biologi
yang diajarkan oleh Pak Idwan. Semua siswa di kelas sangat serius mengikuti
pelajaran tersebut. “ Gus,,,lihat tidak cewek yang duduk di ujung sana?”, tanya
Indra. “Yang mana Ndra?”, tanya Bagus. “Yang di ujung sana!”, jelas Indra.
“Oh,,yang itu, cewek itu sih aku kenal namanya Nina. Emangnya cewek itu kenapa?”
sahut Bagus. “Cewek itu cantik ya! Terus katanya cewek itu juara umum waktu SMP!”,
seru Indra. Mereka berdua asyik bercerita sampai, mereka tidak memperhatikan
Pak Idwan menjelaskan. “Bagus, Indra apa yang kalian ceritakan di sana!”, Pak
Idwan memarahi mereka berdua.
“Maaf,,,Pak!”, kata mereka berdua dengan sedikit malu. Pak Idwan pun melanjutkan
penjelasannya. Bel pulang berbunyi, teng,,,teng,,,teng! “Baiklah anak-anak
sampai disini dulu pelajaran Bapak dan
untuk PR kalian buka halaman 6!” kata Pak Idwan mengakhiri pelajarannya.
Semua siswa pun bergegas untuk pulang.
“Bagus
pulang Bu….!”, salam Bagus. Walaupun bukan Bapak dan Ibunya, tapi Bagus telah
menganggapnya paman dan bibinya sebagai Bapak dan Ibunya sendiri. “Gimana tadi
sekolahnya Gus? Sudah banyak punya teman baru?” Tanya Bibi Bagus. “Ya….biasalah
Bu….! Oh…ya Bapak mana Bu?”, tanya bagus. “Bapak masih di kantornya. Bagus
cepat ganti Baju, terus makan siang dulu!”, suruh Bibi Bagus. Bagus merasa
senang mempunyai Bibi yang menyayanginya, tapi ia juga sering kali mengingat
Ibu kandungnya yang telah meninggal. Tiap hari Bagus setelah habis bekerja di
rumah, ia menyempatkan diri untuk menggambar pemandangan di sekitarnya. Bagus
memang gemar menggambar.
Teng…teng…teng…!
Bel masuk berbunyi. Bagus bergegas masuk kelas karena ia hampir terlambat.
“Gus…kamu sudah PR Kimia?” tanya Indra. “Aduh Ndra….aku lupa buat PR Kimia.
Terus gimana?” sahut Bagus. “Ada apa Gus?”, tanya Nina. “Ti…ti...tidak.”, jawab
Bagus dengan gugup. “Ah…bohong, Bagus lupa buat PR Kimia.”, sambung Indra. “Oh…PR
Kimia, nih aku sudah selesai. Pinjam aja PR ku!”, kata Nina dengan senyum.
“Ma…ma..kasih ya Nin!”, kata Bagus masih dengan gugupnya. “Makasih ya!” Bagus
berterimakasih dengan senyum malu. Dan Nina kembali ketempat duduknya. Nina
begitu baik terhadap Bagus, karena Bagus adalah teman pertamanya di sekolah
ini. Makin lama mereka berdua makin akrab.
Pada
saat penaikan kelas, ke kelas XI Bagus dan Nina masuk tiga besar di kelasnya.
Nina mendapat rengking pertama dan Bagus mendapat rengking ketiga. “Wah…selamat
ya Nin! Kamu mengang yang terbaik.”, Bagus memberikan selamat kepada Nina.
“Ya…selamat juga, kan kamu juga rengking ketiga.”, kata Nina. “Hai…asyik benar.
Sampai – sampai aku dilupain!”, kata Indra sambil menghampiri Bagus dan Nina.
“Ah...kamu ini bisa saja Ndra.” Kata Bagus. Setelah mereka naik ke kelas XI,
Bagus dan Nina pun berlainan kelas. Tapi Bagus dan Nina menjadi tambah dekat.
Dan Indra
Pada
saat sepulang sekolah, Bagus ingin memberbicara sesuatu dengan Nina. “Nin, ada
yang mau aku bicrakan sama kamu!”, kata Bagus. “Apa itu Gus?”, tanya Nina.
“…..sebenarnya aku suka sama kamu! Semenjak kita bertemu pertama kali, aku
selalu memikirkan kamu. Aku tidak tahu kenapa, mungkin aku sudah jatuh cinta
sama kamu Nin. Dan sekarang aku mau kamu jadi pacarku Nin, kamu mau tidak?”
Bagus menungkapkan perasaannya. “…..gimana ya? Aku juga sebenarnya suka sama
kamu, tapi aku juga malu untuk ungkapinnya. Aku mau jadi pacar kamu, yang
penting kita tetap mementingkan sekolah kita.”, jawab Nina. Bagus pun lega
dengan kata – kata yang diucapkan Nina. “Iya…itu pasti, sekarang aku antar
pulang ya?”, kata Bagus sambil tersenyum. “Boleh deh.”, kata Nina. Bagus pun
mengantar pulang Nina dengan ahti yang berbunga – bunga. Maklumlah Bagus baru
kali ini merasakan yang namanya jatuh cinta.
“Siang…aku
pulang Pak!” salam Bagus kepada Pamannya. “Wah…sepertinya ada yang lagi senang
nih!”, sindir Paman Bagus. “Kamu lagi jatuh cinta ya Gus?”, lanjut Paman.
”Iya…pak!” jawab Bagus dengan singkat. “Emangnya siapa cewek yang sudah kamu
suka?”, tanya Paman. “Namanya Nina Pak, dia itu cantik, pintar, dan baik
banget.” Jawab Bagus dengan lengkap. Bagus memang biasa bercerita tentang
sekolahnya kepada pamannya, termaksud urusan cewek begini, maklum dulu Paman
Bagus sering gonta – ganti pacar juga waktu SMA. “Oh…Nina ya. Kamu boleh saja
pacaran, tapi kamu harus pentingkan sekolah kamu dulu!”, Paman memberi nasihat
kepada Bagus.
Sekarang
Bagus dan Nina selalu bersama, mereka memang sudah saling sayang. Hingga
pekerjaan rumah mereka pun, mereka bersama – sama mengerjakaannya. Tapi
hubungan mereka sedikit renggang ketika mereka naik ke kelas XII, karena saat
kelas tiga Bagus mempunyai teman yang bernama Vita, Vita dan Bagus sedikit
dekat, karena Vita memang orangnya baik, tapi akibatnya hubungan Bagus dan Nina
jadi sedikit renggang. “Bagus…ada hubungan apa kamu dengan Vita, kenapa kalian
begitu dekat?”, Nina bertanya dengan sedikit mebentak. “Aduh…Nin tenang dong,
jangan marah – marah begitu. Aku itu tidak ada apa – apa dengan Vita, cuma
teman kok.”, Bagus coba untuk menenangkan Nina. Nina percaya – percaya saja
dengan Bagus, tapi hatinya masih curiga karena banyak teman – temannya yang
bilang kalau Bagus pacaran dengan Vita.
Teng…teng…teng…!
Bel pulang sekolah berbunyi. “Bagus…kamu pulang dengan siapa? Boleh tidak aku
minta tolong, antar aku pulang? Soalnya hari ini aku tidak dijemput.”, kata
Vita. “Boleh.”, kata Bagus. Bagus lupa bahwa ia harus mengantar pulang Nina.
Bagus pun mengantar pulang Vita, tapi kejadian itu dilihat oleh Nina. Nina
sangat cemburu saat melihat Bagus dan Vita berboncengan. Nina hampir menangis,
namun tetesan air matanya dapat ia tahan, akhirnya Nina pulang naik angkot.
Sesampai di rumah Nina tidak dapat menyembunyikan rasa cemburunya, ia menangis
seharian di kamarnya. Dan Bagus juga terpikir Nina, karena ia tidak memberi
tahu Nina sebelumnya, bahwa ia mengantar pulang Vita.
Keesokan
harinya, Nina langsung menghampiri Bagus ke kelasnya, saat itu kelas masih
kosong dan hanya ada Bagus yang duduk menunggu teman – temannya datang.
“Bagus…semuanya sekarang sudah jelas, kemarin aku lihat kamu berduaan dengan
Vita. Aku sangat kecewa sama kamu, dan mulai detik ini kita putus.”, Nina dengan emosinya berkata kepada Bagus.
Dan Nina pun langsung pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan Bagus. Bagus
hanya terdiam mendengar perkataan Nina tadi. Ia berusaha untuk menjelaskan yang
sebenarnya kepada Nina, tapi ia tidak mau lagi mendengara apa – apa dari Bagus.
Kemudian Bagus pergi ke kelas Indra untuk curhat karena kejadian tadi. Setiap hari Bagus berusaha untuk dapat
berbicara dengan Nina, tapi semua itu sia – sia, karena Nina tetap teguh
terhadap pendiriannya.
Hari
– hari pun berlalu, tetapi hubungan Bagus dan Nina belum juga membaik. Hingga
saat pengumuman pelulusan, mereka berdua pun lulus. “Bagus…kok kamu murung
padahal kita kan lulus?”, tanya Indra. “Aku tidak apa – apa.”, jawab Bagus
dengan singkat. Indra, Vita, Bagus dan teman – teman mereka lainnya pun
merayakan kelulusan mereka. Tapi hati
Bagus tidak tenang karena mungkin Ia tidak akan bertemu Nina lagi. Bagus merasa
bersalah karena dia, hubungan yang telah mereka jalin selama dua tahun hilang
sudah.
Setiap
hari Bagus mencoba menghubungi Nina tetapi, tidak berhasil – hasil juga. Semua
usaha ia telah jalani untuk dapat bertemu Vita. “Indra gimana nih? Nina tidak
bisa dihubungin!”, tanya Bagus. “Gimana kalau kita kerumahnya saja langsung?”,
saran Indra. “Boleh juga, kalau gitu cepat!”, kata Bagus. Mereka berdua pun
pergi kerumah Nina. “Pagi…Pagi…!”, kata Bagus sambil menggedor – gedor pintu
rumah Nina. Dan Ibunya pun membukakan pintu. “Ada apa ya?”, tanya Ibu Nina.
“Kami berdua teman SMA Nina Bu...! Kami berdua ingin bertemu dengan Nina.”,
jelas Bagus. “Oh…tapi Nina sekarang ada di Rumah sakit. Sudah dari seminggu yang
lalu Nina sakit.”, kata Ibu Nina. Mendengar perkataan Ibu Nina, Bagus langsung
kaget. Dan mereka berdua pun meminta izin untuk dapat menjenguk Nina.
Sesampai
di rumah sakit, mereka berdua bergegas ke kamar dimana Nina dirawat. Di kamar
itu Bagus melihat Nina terbaring lemas di tempat tidurnya, disana Bagus
menjelaskan semuanya yang sebenarnya terjadi. “Nin, aku minta maaf, karena aku
telah buat kamu jadi begini. Sebenarnya yang kamu lihat lalu itu salah, aku
hanya mengantar pulang Vita. Aku tidak ada apa – apa dengan Vita. Aku sayang
kamu, dan aku tidak mau kehilangan kamu. Nina tolong percaya sama aku. Aku
sudah berkali – kali menghubungi kamu untuk menjelaskan semua ini, tapi tidak
bisa.”, Bagus pun menjelaskan panjang lebar dengan segenap penyesalannya.
“Ia…aku percaya sama kamu, sebenarnya aku juga yang salh, aku langsung berpikir
buruk sama kamu.”, Nina pun memberikan maaf kepada Bagus. Bagus pun senang
mendengar perkataan Nina. Setiap hari, Bagus menjenguk Nina agar Nina cepat
sembuh. Seminggu berlalu Nina pun sembuh dari sakitnya. Sekarang Nina lega
karena orang yang ia sayangi telah kembali lagi. Bagus pun begitu, ia sekarang
selalu bertemu dengan Nina.
Hari
– hari pun terus berlalu. Dan kehidupan Bagus pun menjadi membaik. “Bagus,
sekarang kan kamu sudah lulus SMA, Bapak ingin kamu melanjutkan sekolahmu ke
Australia.”, kata Paman Bagus. “Dan besok ada tes untuk bisa kuliah di
Australia, kalau kamu lulus. Biayanya sudah ditanggung.”, lanjut Paman Bagus.
Keesokan
harinya Bagus mengikuti tes tersebut. Karena Bagus sangat ingin menjadi
arsitek, jadi Bagus berusaha keras agar mendapatkan beasiswa tersebut. Perserta
tes tersebut sangat banyak, jadi Bagus sempat pesimis. Tapi karena tekadnya
yang kuat ia pun berhasil lulus. Berita gembira ini pun langsung ia beri tahu
kepada Pamannya, dan juga Nina.
“Nin,
akhirnya aku akan menggapai cita – citaku. Aku lulus tes biar dapat kuliah di
Australia.”, k ata Bagus kepada Nina. “Tapi kita harus berpisah Nin.”, lanjut
Bagus. “Tidak apa – apa, kamu harus menggapai cita – citamu dulu, ingat janji
kamu dulu. Dan aku akan menunggumu sampai kamu pulang!”, kata Nina. “Ia…makasih
ya Nina. Minggu depan aku sudah berangkat, aku janji aku tidak akan macam –
macam di sana, aku hanya ingin menggapai cita – citaku dan aku akan kembali
untuk kamu.”, kata Bagus.
Bagus
pun berangkat Nina, dan Indra juga ikut mengantarnya sampai ke bandara. “Nina
mungkin ini terakhir kali aku melihat kamu sekarang!”, kata Bagus. “Tidak..Gus,
aku akan selalu ada dalam hatimu. Ini kotak musik buat kamu, jika kamu kangen
sama aku, putar aja kotak musik ini. Pasti rasa kangenmu akan hilang.”, kata
Nina. Dan Bagus juga memberikan kalung yang selama ini ia pakai kepada Nina.
“Kalung ini akan aku ambil kembali saat aku pulang nanti.”, kata Bagus sambil
tersenyum.
Bagus
pun pergi untuk meraih impiannya. Sementara Nina selalu menantikan kepulangan
Bagus. Setiap hari ia melihat kalender rumahnya. Ia merasa waktu berputar
sangat lama. Tetapi Nina tetap sabar menunggu kehadiran cintanya kembali. Dan
kalung Bagus pun dapat menghilangkan rasa kerinduan hatinya. Nina menatap
fotonya bersama Bagus yang ia simpan di pojok kamarnya.
Lima
tahun pun berlalu, penantian Nina selama ini akan segera terbayar. Bagus
menelpon Nina untuk bertemu di taman kota pagi itu. Nina pun dengan muka yang
bahagia langsung bergegas untuk pergi ke taman kota. Sesampainya di sebuah
kursi, Nina mendengar kotak musik yang ia pernah berikan kepada Bagus, dan
seketika Bagus muncul sambil membawa kotak musik itu. “Bagus…aku kangen banget
sama kamu!”, kata Nina sambil memeluk Bagus. “Aku juga Nin, sekarang aku telah
menepati janjiku dulu. Aku tidak mau lagi berpisam dengan kamu, aku akan selalu
ingin bersama kamu.” Kata Bagus
Bagus
pun telah mendapatkan cintanya dan juga meraih cita – citanya. Dedaunan yang
jatuh ke tanah di taman itu pun menjadi saksi akan besarnya Cinta mereka
walaupun terpisahkan oleh jarak dan waktu. Akhirnya, mereka dapat bersama
kembali, dengan sebuah harapan yang cerah.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar